Halaman


Kamis, 09 Juni 2011

2 pemimpi

Rata Tengah

perkenalkan, nama saya robet, dan dia adalah suparman
kami berdua adalah mahasiswa semester sekian, hampir mendekati gelar sarjana. AMIN

kami tinggal disebuah gubuk jelata, dibelakang tempat kami menuntut ilmu kurikuler
senantiasa dikelilingi kerajaan nyamuk dan geng tikus curut.
diwaktu siang kami serasa di tumis,
keringat bercucuran akibat tersengat radiasi mentari yang mampu menembus hingga lubuk raga.
diwaktu malam kami serasa diperkosa,
ketika sudah letih menjalani haripun, saya masih harus depaksa berjibaku melawan segerombolan geng kerdil penghisap hemoglobin.

tiap hari berjibaku dengan berbagai masalah dan problema
pihak akademis menuntut kami untuk tunduk dengan sistem dan prosedur kacangan demi tercapainya sebuah nilai formatif, meski harga diri serasa diinjak 2 kelurahan.
pihak non akademis mengharuskan kami untuk terus berpacu dan berlatih dalam mengarungi jalangnya kehidupan dunia luar,
belum lagi keluarga yang kami tinggalkan, karena tak tega melihat keadaan rumah.
umur kami semakin uzur, ayah ibu telah mengeriput, saudara butuh bantuan

kami sebenarnya gemalau sangat parah.
kami ingin lulus kuliah memuaskan, tapi kami tak mau lulus tak berpapa
berpangku pada nilai formatif, tanpa punya keahlian dan sosialitas
persetan dengan gelar, birokrasi dan skill
yang ada hanya ada nepotisme di negeri ini, sekalipun instansi pemerintahan
tak menghakimi tak pula mendukung, namun dari lubuk hati terdalam berucap,
kepercayaan adalah segalanya
meskipun orang beranggapan kurang mumpuni, apadaya jikalau hati telah percaya
seakan kualitas paling teratas

kami sadar akan semua keleluconan semua ini, namun apa daya
halaman sendiri lebih baik meski halaman tetangga lebih bagus.
kami mencoba berlayar ditengah samudera kehidupan, namun kami menempuhnya dengan cara kami sendiri.
kami siap berenang gaya kupu- kupu atau gaya batu sekalipun.
kami bukan penganut suatu aliran atau komunitas
kami hanya orang yang mencoba apatis ditengah kebisingan kata modernitas dan hedon
itulah mengapa kami tela hidup bersusah payah.
bukan karena kami miskin akan harta
kami masih mampu bayar spp meski agak telat dan sepertiga mati
kami masih mampu makan, meski hanya dengan seadanya

kami hanya dua pemuda yang haus akan impian tak berujung
ini itu dipadukan dengan idealisme semu nan bergairah.
kami memang miskin, tapi setidaknya tak mau menyusahkan orang tua
karena setelah keluar mani, lelaki wajib mencari makan sendiri.
kami memang miskin, tapi kami tak mau miskin intelektual
kami murahan, kami mau belajar dengan siapapun, bahkan dengan gembel sekalipun.
ilmu bukan hanya diperoleh melalui kumpulan kertas yang dijilid
ilmu bukan hanya diperoleh dari institusi berbiaya tinggi dan celotehan basi para pengajarnya
ilmu bukan hanya diperoleh dari info antah berantah dunia maya
bukan pula dari media yang katanya terpercaya

kami percaya,
bahwa kebangkitan selalu datang dari keterpurukkan
kebebasan hadir setelah keterkekangan
meskipun sekalipun sengaja menghadirkannya didepan kami.
karena kami ingin latihan jatuh yang baik sebelum jatuh terpelanting dan tulang rusuk patah
ketika semua ujung impian kami sebenarnya hanyalah liang lahat

tapi tak masalah

meskipun kami berasal dari kalangan yang berbeda
kami masih bisa merasakan nikmatnya hidup
kami tertawa ditengah kesibukkan orang berlomba paling aktual
yang sebenarnya juga pasti mereka malah mencemooh balik karena tingkah introvert terhadap budaya urban yang sedang asyik bergulir

kami memang bukan masyarakat urban, bahkan kami bukan manusia.
kami berdua hanyalah
pemimpi
dan siap
untuk
mewujudkannya :)

amy "simonyetbali" zahrawaan
jumat, 10 juni 2011. 00:42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar